Ekowisata Sebagai Solusi Pengenalan Kearifal Lokal di Lampung Barat



Kegiatan ekowisata merupakan pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dengan dilandasi rasa nasionalisme pelaku ekowisata. Kegiatan wisata alam tradisional  dipandang banyak memiliki pengaruh negatif bagi lingkungan dan kelestariannya. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 33 tahun 2009 menyebutkan bahwa “Ekowisata adalah kegiatan wisata alam di daerah yang bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam, serta peningkatan pendapatan masyarakat lokal”. Dari pengertian tersebut secara prinsipil kegiatan wisata alam harus memperhatikan nilai edukasi dan kebermanfaatan yang kemudian ditimbulkan untuk masyarakat, lingkungan terlebih alam dan sumberdaya yang ada padanya.
Kegiatan wisata dan wisata alam merupakan bentuk kebebasan individu dan masyarakat untuk menunjukkan eksistensi dirinya dengan alasan yang beragam, hobi, penelitian, liburan ataupun beberapa alasan kekinian yang sedang menjadi trend di masyarakat luas yakni sebatas mencari tempat selfie. Dalam hal sederhana tersebut maka kegiatan wisata akan menimbulkan beberapa dampak positif dan negatif bagi pelaku wisata alam dan alam wisata itu sendiri. Untuk menjaga keharmonisan antara eksistensi manusia tersebut dengan kelestarian lingkungan dan kebermanfaatannya digencarkan istilah ekowisata. Lebih daripada itu, ekowisata berpihak kepada masyarakat setempat agar mampu mempertahankan budaya lokal dan meningkatkan kesejahteraan melalui pendekatan ekonomi dan usaha masyarakat dalam ekowisata. Jadi kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Hakim, 2004)
Dalam pengertian yang disebutkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 33 tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tersebut maka kegiatan ekowisata akan membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi dan penjagaan lingkungan, kesadaran akan hal tersebut mendorong adanya kegiatan ekowisata.  Konservasi alam dalam ekowisata diharapkan mampu secara konkret dilakukan para pelaku ekowisata, eksplorasi potensi wisata setiap daerah meningkat dengan  menutup kemungkinan eksploitasi. Memang, kegiatan ekowisata ditujukan pula untuk peningkatan pendapatan masyarakat lokal namun dengan kegiatan yang tidak  bertentangan pula dengan konservasi alam tersebut.
Di Indonesia, kekayaan alam dengan sumberdayanya serta potensi wisata yang terdapat padanya merupakan anugerah  Tuhan YME. Pada kenyataannya, kegiatan pengembangan potensi wisata daerah umumnya hanya berlandaskan tujuan pribadi ataupun golongan tertentu. Pembukaan spot wisata hanya mementingkan kepentingan secara individu ataupun golongan tersebut. Memang, masyarakat sekitar akan diuntungkan dari segi ekonomis, pedagang kelas menengah akan mendapatkan keuntungan lebih dari wisatawan yang berkunjung. Tidak sedikit juga yang membuka kafe ataupun tempat persinggahan semacamnya di areal wisata. Sebagai  contoh wisata Puncak Mas dan Puncak Teropong Laut yang ada di Pesawaran, Lampung, nama keduanya memang melejit terkenal di kalangan penikmat wisata khususnya di daerah Provinsi Lampung. Namun dibalik keindahan panorama yang disajikan, sampah berserakan di sepanjang jalan menuju lokasi. Terlepas dari tanggung jawab tujuan pengunjung yang hanya sesekali bersinggah dan mengunjungi lokasi, tidak adanya kesadaran wisatawan dan warga setempat untuk bersama menjaga kelestarian dan keasrian lingkungan alam wisata. Kegiatan wisata seharusnya dapat menjaga keberlangsungan proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan area wisata, melindungi keanekaragaman hayati serta menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya (UNEP, 1980). Dengan demikian, ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata, kelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya.
Dalam beberapa tahun terakhir pengembangan wisata di Lampung Barat sangat meningkat, indikasi peningkatan ini terlihat dari terbukanya objek wisata yang telah gencar diekspos ke khalayak ramai dan peminat serta kunjungan wisata ke daerah Lampung Barat. Tentunya ekspos dalam konteks ini tidak luput melibatkan digitalisasi masa yang juga berperan aktif didalamnya adalah media sosial sebagai ranah ruang eksistensi yang melibatkan seluruh kalangan usia. Facebook ataupun instagram misalnya, bila kita lihat lebih jauh mendalami eksistensi betapa besar antusiasme masyarakat setempat akan pariwisata dan kegiatan wisata alam. Bahkan, pemerintah Lampung Barat mendukung dan berperan aktif untuk kemajuan pariwisata Lampung Barat dengan peresmian Kebun Raya Liwa (5/12/2017)  yang meriah misalnya.
Dari pendalaman ekstensial masyarakat akan wahana wisata tersebut,  adakah nilai-nilai historis demografis serta kondisi geografis alam wisata  yang diberikan oleh penggiat wisata dan pemerintah daerah setempat kepada wisatawan. Tidak hanya sekedar lahan untuk selfie dengan gaya hits yang diumbar kepada masyarakat. Tetapi lebih kepada nilai budaya yang ada di Lampung Barat sebagai sarana pendekatan akan kearifan lokal masyarakat setempat  yang menjadi entitas dan identitas masyarakat Lampung Barat. Sakai sambaian misalnya, dipahami masyarakat Lampung Barat yang mayoritas  bersuku adat Lampung yakni tolong menolong atau gotong-royong. Menjadi budaya dan salah satu falsafah yang disebutkan dalam Kitab Kuntara Raja Niti, dimana kitab tersebut menjadi rujukan bagi adat istiadat orang Lampung (Susilowati, 2008). Akan sulit bagi generasi muda untuk mengenal, memahami dan memaknai hal semacam itu apabila dikaitkan dengan kondisi zaman sekarang yakni era modernisasi dan digitalisasi masa. Jauh sebelum adanya implementasi ke kehidupan sehari-hari, sosial masyarakat, terlebih dahulu membangun pemahaman akan hal tersebut. Dan pariwisata adalah kondisi yang solutif menjembatani itu.
Disamping wahana wisata yang dibuat oleh pemerintah daerah, Lampung Barat memiliki banyak potensi wisata alam alami yang banyak belum dikenal oleh masyarakat luas. Danau Asam yang ada di kecamatan Suoh, air terjun Sepappah Kiri dan air terjun Sepappah Kanan di Kubu Perahu, Bukit Bawang Bakung di Batu Brak dan banyak lagi wisata alam lainnya yang ada di Lampung Barat.  Apabila kegiatan wisata dibarengi dengan dasar pemahaman nilai-nilai dan kearifan lokal yang hidup dan berkembang di masyarakat, memperhatikan transformasi edukasi di alam wisata, wisatawan dengan sendirinya sadar akan tanggung jawabnya untuk turut andil dalam kegiatan konservasi dan penjagaan kelestarian alam wisata. Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terahadap kelestarian sumberdaya pariwisata. Dalam kegiatan wisata yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas dari ekowisata (Damanik dan Weber, 2006). Pengembangan potensi wisata alam yang ada di Lampung Barat tetap menjaga keaslian budaya dan kelestarian kawasan alam. Pengembangan fasilitas dana utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam.
Konservasi alam wisata kemudian memunculkan motivasi baru, yakni upaya masyarakat mempersiapkan alam wisata untuk generasi selanjutnya. Keberpihakan wisata kepada masyarakat untuk melestarikan nilai-nilai dan kearifan lokal yang ada untuk keberlangsungan wisata jangka panjang. Sakai sambaian misalnya, implementasi dalam kegiatan wisata alam diharapkan mampu mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh wisatawan dan masyarakat setempat. Nilai-nilai tersebut dijunjung tinggi sehingga masyarakat dan wisatawan dengan sendirinya sadar untuk saling bahu-membahu dan tolong menolong menjaga keasrian alam wisata. Pemahaman tersebut harus dipahami dan diaktualisasikan oleh seluruh masyarakat tidak terkecuali generasi muda yang giat dalam kegiatan wisata alam.
Pendekatan ekonomi masyarakat yang dimaksud dalam ekowisata akan didapat apabila masyarakat ikut berpartisipasi dan berperan secara aktif dalam perencanaan dan pengawasan pelestarian alam. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat akan mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam.
Merupakan suatu kejanggalan apabila wisatawan ingin menikmat ikeindahan wisata namun tidak turut andil dalam penjagaan lingkungannya. Pada akhirnya lokasi wisata yang semula asri dan merupakan kebanggaan masyarakat sekitar menjadi momok perbincangan dengan kumuhnya lingkungan setempat. Sehingga daya tarik wisatawan akan menurun dan kemudian mencari spot wisata yang lain, membuka lagi, mengotori kembali, dan akhirnya ditinggalkan lagi. Suatu kebiasaan yang salah dan akan berdampak kerusakan lingkungan kalau tidak dibenahi sejak dini.
Terakhir dalam essay ini saya tegaskan bahwa pelestarian nilai, budaya dan kearifan lokal yang ada di Lampung Barat dapat melalui pariwisata dengan pendekatan ekowisata. Dalam hal ini, kegiatan berupa penyuluhan dan segala macam bentuk edukasi lainnya diharapkan mampu diberikan secara menarik dan  sistematis untuk menambah nilai lebih lokasi wisata. Pemerintah daerah setempat juga diharapkan berperan aktif mendukung upaya tersebut bersama warga setempat agar terciptanya kegiatan ekowisata sebagaimana mestinya. Terjaganya nilai-nilai, kearifan local dan keaslian budaya setempat serta peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan beberapa hal yang dijanjikan dalam ekowisata. Pembangunan wahana dan fasilitas serta pengembangan wisata alam yang sangat potensial di Lampung Barat tetap menjaga kelestarian dan keasrian alam yang ada.

0 Komentar